SUARAKAN.COM : Keputusan Raja Keraton yang juga Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Sri Sultan Hamengku Buwono X memperpanjang kelima kalinya status tanggap darurat bencana Covid-19 hingga 31 Oktober 2020 dipatuhi seluruh kepala daerah kabupaten/kota.
Meskipun sektor wisata sebagai ujung tombak perekonomian Yogya pada September ini makin menggeliat, perpanjangan status darurat itu dinilai tak akan mempengaruhi laju bangkitnya sektor wisata tersebut.
Justru sebaliknya. Dengan perpanjangan itu pemulihan sektor ekonomi dan penanganan kesehatan di Yogya dinilai segera berjalan efektif.
“(Perpanjangan tanggap darurat itu) tidak akan berpengaruh pada sektor pariwisata. Kami bisa jalankan dua kayuh, pemulihan ekonomi dan kesehatan bersama lebih serius,” ujar Ketua Harian Gugus Tugas Penanganan Covid-19 Kota Yogyakarta Heroe Poerwadi Rabu 30 September 2020.
Heroe yang juga Wakil Walikota Yogyakarta itu menuturkan perpanjangan masa tanggap darurat bencana Covid-19 penting demi menjamin penanganan kasus Covid-19 lebih cepat. Sebab di DIY kasus itu bertambah masif penularannya selama dua bulan terakhir, yakni Agustus-September hingga total akumulasi 2.643 kasus termasuk yang muncul di kawasan wisata Malioboro.
Namun, Heroe lanjutkan, cepatnya penanganan sektor kesehatan itu tak lantas harus mengorbankan upaya pemulihan ekonomi Yogya yang setengah tahun terakhir mati suri akibat anjloknya kunjungan wisata dan terganggunya sektor pendidikan.
Untuk pemulihan ekonomi pasca Covid-19, pemerintah DIY dan seluruh kabupaten/kota sudah bersepakat menggenjot program Jogja untuk Jogja dan Jogja untuk semua.
Artinya sektor wisata akan dimulai geliatnya dari kunjungan wisatawan lokal sekitar DIY yang dibarengi penanganan kesehatan cepat bagi mereka yang terpapar. Setelah situasi aman, baru Yogya benar benar dibuka untuk wisatawan luar.
"Sampai saat ini kami masih utamakan Jogja untuk Jogja, belum bisa mengundang wisatawan dari luar kota,” ujarnya.
Memang tak gampang untuk Kota Yogya hanya mengandalkan wisatawan lokal dalam pemulihan itu. Terlebih Kota Yogya tak punya destinasi wisata alam seperti kabupaten di sekitarnya.
Oleh sebab itu, Kota Yogya memilih seperti membuat jalur wisata sepeda. Yang konsepnya dibuat melintasi perkampungan Yogya yang dianggap punya keunikan masing-masing.
"Kami memanfaatkan moment tren bersepeda di Kota Yogyakarta yang sedang naik daun, jika para pesepeda itu dapat diarahkan untuk melintasi kampung-kampung, maka juga berpeluang meningkatkan ekonomi masyarakat di sana," ujarnya.
Kota Yogya sendiri sempat dihajar dengan rentetan kasus Covid-19 selama Agustus-September 2020 lalu. Tak hanya di kawasan vital Malioboro, tapi juga di kawasan yang terkenal akan wisata heritagenya yakni di Kelurahan Kotabaru, kawasan wisata belanja batik di Pasar Beringharjo sampai sentra kuliner Warung Soto Lamongan yang lokasinya berdekatan dengan wahana wisata XT Square.
Kepala Dinas Pariwisata DIY Singgih Rahardjo menuturkan sejauh ini, masih di masa pandemi, DIY masih peringkat pertama daerah di Pulau Jawa yang tingkat kunjungan wisatawan paling tinggi. Menyusul Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat dan DKI Jakarta.
Pergerakan wisatawan yang terpantau akhir pekan lalu, 25-26 September 2020 kunjungan tercatat rata rata di angka 19 ribu orang. Namun kemudian saat hari Minggu, 27 September 2020 melonjak menjadi 39 ribu kunjungan untuk seluruh DIY.
Dinas Pariwisata DIY sendiri masih terus memantau pergerakan wisatawan itu melalui aplikasi Visiting Jogja yang di dalamnya memuat monitoring sedikitnya 91 titik destinasi di Yogya. Titik favorit kunjungan wisatawan masih seperti Hutan Pinus Pengger, Pantai Baron, Pantai Parangtritis, Tebing Breksi, serta Puncak Becici.