SUARAKAN.COM : Kalangan perhotelan yang tergabung dalam Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menyayangkan dan menolak rencana perpanjangan masa PPKM atau Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM).
Kebijakan pemerintah pusat untuk menekan Covid-19 itu sedianya hanya 11-25 Januari 2021. Namun pekan ini kembali diumumkan akan diperpanjang hingga 8 Februari 2021 dengan alasan penularan kasus masih tinggi.
Di Yogya, kebijakan PPKM itu diadopsi dengan nama lain yakni Pembatasan Terbatas Kegiatan Masyarakat atau PTKM dengan ketentuan yang sama.
"Kami akan membuat aksi keprihatinan sebagai bentuk penolakan atas perpanjangan kebijakan itu," ujar Ketua PHRI DIY Deddy Pranowo saat dihubungi Sabtu 23 Januari 2021.
Aksi protes itu, tentu bukan aksi jalanan atau aksi besar-besaran yang mengerahkan massa. Aksi yang disiapkan berupa bersama-sama para anggota PHRI memakai pita hitam di dada kiri sebagai wujud keprihatinan dunia pariwisata. Aksi itu rencananya akan dilakukan masing masing di tempat kerja saat periode perpanjangan dimulai.
Deddy menambahkan masyarakat usaha, dunia pariwisata yang di dalamnya termasuk hotel dan restoran di Yogya sangat terimbas dengan kebijakan pembatasan itu.
Semasa PPKM tahap pertama i ini, okupansi tersisa perhotelan rata-rata tinggal 13,5 %. Pada periode yang sama Januari tahun 2020 lalu, okupansi awal tahun sekitar 42,5 %.
Deddy menyebutkan, saat ini 200 an hotel dan restoran statusnya memprihatinkan. "30 an hotel sudah tutup atau mati tak beroperasi dan 170-an hotel statusnya setengah mati atau nyaris tutup," ujarnya.
Jika PPKM diperpanjang lagi ia khawatir akan semakin bertambah lagi jumlah usaha sektor perhotelan dan restoran di Yogya yang bangkrut.
"Bila tidak ada intervensi pemerintah dengan relaksasi ya sudah, karena kami sekarang sudah bingung tidak bisa apa apa lagi," ujarnya.
Meski berat menjalani PPKM ini, Deddy menuturkan para anggota PHRI DIY tetap akan menggeber promo agar wisatawan tertarik. Sehingga okupansi tetap bisa dikerek.
Misalnya memberikan promosi harga kamar agar wisatawan lokal mau datang dan menginap di hotel.
"Harga paket menginap kami siapkan lebih murah dan kolaborasikan dengan paket wisata lain seperti paket bersepeda. Untuk potongan harga kamar diserahkan ke hotel-hotel masing," kata Deddy.
Deddy menuturkan, hotel hotel di Yogya khususnya anggota PHRI juga
sudah menerapkan standar sertifikasi CHSE pemerintah dan protokol kesehatan ketat.
Tak kurang aebannyak 178 hotel dan restoran sudah mendapatkan sertifikasi CHSE dari Kementerian Pariwisata dan terverifikasi protokolnya oleh Pemda DIY.
Sekretaris Dewan Pimpinan Daerah Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) DIY Irsad Ade Irawan pun menyatakan kalangan pekerja di DIY juga menolak perpanjangan PPKM yang akan diikuti Pemda DIY itu.
"Kebijakan PPKM ini juga pemerintah seperti hendak cuci tangan atas kelangsungan hidup masyarakat karena waktu mereka untuk mencari nafkah telah dipangkas oleh kebijakan pemerintah itu sendiri," kata dia.
Selain itu, PPKM ini juga dinilai
tidak efektif menekan kasus Covid sama sekali.
"Dari sisi ekonomi, PPKM telah menyebabkan setidaknya 10 toko di Malioboro gulung tikar. Di sector pariwisata, terdapat penurunan okupansi hotel di saat peak season, yang ditargetkan sekitar 70% pada awal tahun dan dalam praktiknya hanya terealisasi sekitar 18%," kata Irsad.
Sementara itu, kata dia, pedagang kaki lima turut terimbas dan kebijakan ini telah memukul PKL di Kawasan Malioboro dengan menurunkan omzet yang bisa mencapai sekitar 75%. (Hul)