SUARAKAN.COM – Pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Rumah Susun di DPRD Kota Yogyakarta memasuki babak krusial. Panitia Khusus (Pansus) secara tegas menolak draf awal yang diajukan Pemerintah Kota, menilai regulasi tersebut gagal memberikan mandat yang jelas mengenai penambahan unit hunian bagi kelompok berpenghasilan rendah.
Ketua Pansus Raperda Rumah Susun, Cahyo Wibowo, menyatakan bahwa fokus draf yang ada saat ini terlalu sempit, yaitu hanya berkutat pada pengawasan dan pengelolaan rumah susun eksisting. Padahal, tantangan utama Yogyakarta adalah penyediaan hunian layak di tengah kepadatan lahan.
"Kami belum menemukan arahan yang pasti untuk penambahan rumah susun baru dalam draf ini," ungkap Wibowo, Rabu (1/10). "Seharusnya, fokus regulasi itu adalah bagaimana Raperda ini bisa menjadi payung hukum untuk membangun unit baru, bukan hanya mengawasi yang sudah ada."
Rumah Susun dan Indikator Kemiskinan
Wibowo menekankan bahwa isu rumah susun tidak dapat dipisahkan dari upaya pengentasan kemiskinan. Dengan angka kemiskinan Kota Yogya yang masih mencapai 6,14%, tempat tinggal yang layak menjadi salah satu parameter utama. Tanpa ketersediaan hunian terjangkau, ribuan warga miskin sulit keluar dari jerat kemiskinan.
Oleh karena itu, Pansus menuntut agar Raperda ini direformasi total. Tujuannya adalah memastikan adanya keberpihakan eksplisit dan mekanisme yang jelas, baik dari sisi penganggaran maupun perizinan, untuk mempercepat pembangunan rumah susun yang memang diperuntukkan bagi warga miskin.
"Ini adalah kesempatan bagi Pemkot untuk menjadikan rumah susun sebagai instrumen efektif untuk menekan angka kemiskinan. Raperda ini harus memiliki sumbangsih nyata ke sana," tegasnya.
Prioritas Reformasi di Tengah Keterbatasan Waktu
Pansus menyadari keterbatasan waktu; mereka menargetkan Raperda ini harus disahkan menjadi Perda dalam waktu satu setengah bulan. Komitmen ini juga mencakup tugas berat untuk menyinkronkan draf lama yang disusun sebelum Walikota dan Wakil Walikota menjabat dengan visi pembangunan daerah saat ini.
Alih-alih menyusun naskah akademik baru, Wibowo memilih jalur pragmatis: menambah dan memperbarui pasal-pasal kunci agar selaras dengan mandat "membangun masyarakat adil, makmur, lestari dan berkeadaban."
Serangkaian kegiatan mulai dari peninjauan lapangan hingga Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) akan dipacu. Harapannya, pada akhir tenggat waktu, Kota Gudeg akan memiliki Perda Rumah Susun yang jelas, melindungi akses warga miskin, dan membuka jalan bagi investasi hunian vertikal baru.